Kecewa untuk kesekian kalinya

Pokoknya, tulisan ini kudu kelar sebelum retret tanggal 20-22 Januari ini. Biarpun aku nggak tau judulnya tepat atau nggak, tapi ada sesuatu dari hatiku yang mengatakan kalo aku harus bikin tulisan sebelum retret. Dan ini tentang aku. No, tentang kekecewaanku yang terulang.



Sore ini aku nulis ditemenin Wish You Were Here-nya Endah N Rhesa dan suara rintik hujan yang masih awet mengguyur Yogyakarta. Kenapa Wish You Were Here-nya Endah N Rhesa yang kuputer? Soalnya aku lagi mengharapkan kehadiran seseorang bersamaku untuk menumpahkan kekecewaan ini. Kekecewaan ini (atau curhatan ini, lebih tepatnya) belom aku sampaikan ke siapapun. Sejauh ini, cuma Tuhan dan aku yang tau kalo kemaren aku nangis karena dikecewain.

Lagi-lagi, aku dikecewakan. Ya, aku kecewa lagi untuk kesekian kalinya. "kesekian kalinya" dengan font 72, garis bawah dan dicetak tebal. Tapi, kecewa karena emang mengecewakan dengan karena berekspetasi terlalu tinggi beda tipis sih, ya. Aku nggak tau ini yang pertama atau kedua, tapi kalo aku boleh jujur, mungkin ini adalah kecewa karena memang mengecewakan. Langsung mulai aja ceritanya.

Sekitar seminggu sebelum retret, udah janjian sama 3 orang ini untuk jadi sekamar sama mereka pas retret. Tapi, sayangnya semua berjalan nggak seperti yang aku harapkan. H-2 retret atau lebih tepatnya kemaren Sabtu, tau-tau salah satu dari mereka minta maaf sama aku. Katanya mereka nggak jadi sekamar sama aku, tapi jadinya sama satu orang yang lain. Mereka kira kamarnya buat 12 orang, makanya yang barusan dateng itu di-iya-in. Aku cuma bilang sama yg minta maaf itu, 'Tapi kamu kan udah bilang dari awal sama aku kita sekamar'. Dan jawabannya ternyata lebih mengecewakan dari ucapan maaf itu. Daripada jadi masalah berkelanjutan, aku diem. Selama sisa jam pelajaran komputer sabtu kemaren aku diem. Nahan tangis. Gembeng, ya? Biarin. Bukan masalah nggak sekamarnya yang bikin aku kecewa. Tapi kenapa orang yang baru itu diterima dengan mudahnya padahal sebelumnya udah janjian sama aku? Minta maafnya dengan alasan 'ku kira kamarnya untuk 12 orang'. Ibarat dalam sebuah hubungan, kenapa orang ketiganya diterima sedangkan kamu udah punya pacar dan kamu lebih milih orang ketiga tadi?

Selama sisa hari yang ada aku diem aja. Thanks God, masih ada yang peduli sama aku dengan menanyakan 'kamu kenapa?' pas liat ada yang ga beres karena aku diem aja. Nggak kaya biasanya. Untungnya masih ada sebersit senyum yang bisa kuberikan. Nangis? Iya, sempet. Tapi, ya itu tadi. Nggak ada yang tau. Gimana mau tau kalo hanya setetes air mata saja keluar dari kelopak mataku? Ya, hanya setetes air mata saja yang keluar dan mengalir perlahan di pipi dan jatuh ke meja. Setetes air mata saja yang berhasil ditarik oleh gaya gravitasi bumi.

...air mata penyesalan dan kekecewaan :")

Tapi kupikir, buat apa kaya gini diribetin karena akhirnya cuma bakal bikin aku susah sendiri? Bikin aku nangis lagi? Nangis, iya nangis. Tapi sejauh air mata kesedihanku nggak bikin air mata lainnya turun, nggak masalah, kan? Toh, aku gamau pura-pura lagi. Pura-pura tertawa lepas di tengah tangis paling sakit. Itu lebih sakit daripada nangis tanpa pura-pura.

Dan tulisan ini pun selesai saat hujan yang mengguyur kota Yogyakarta juga reda :)
Maaf kalo tulisannya nggak jelas. Aku nggak tau kudu curhat sama siapa. Aku mending nulis di sini :)

Vina Kanasya

Comments