Posts

Showing posts from February, 2015

The most painful goodbyes

"Psychologically, one of the most painful goodbyes is when you know that the next time you meet, the hello won't be the same" - 8Factapp on Instagram Heyoooooo Lama gak nulis nih #soksibuk #emangsibuksihsebenernya. Lagi nyesek banget nih. Headset ketinggalan di kelas :"( (meskipun aku tau emoji nangis itu gak akan kebaca di web) tapi, bukan headset ketinggalan yang mau aku bahas di tulisan kali ini. I want to talk about "the most painful goodbyes". Ucapan selamat tinggal paling sakit. Liat kutipan di atas kaaann⬆⬆⬆ aku ambil itu dari 8factapp di IG.

Is that a big deal?

Udah nggak tau lagi postingan ini harus dikasih judul apa. Dari tiga malam yang lalu aku lagi super duper kepikiran sama yang namanya jurusan. J U R U S A N. Aku punya waktu sampe ujian kenaikan kelas nanti buat memutuskan, aku akan tetap di IPA, atau pindah ke IPS atau Bahasa. Beberapa temen bilang, kenapa kamu gak di IPA aja. #IfYouKnowWhatIMean. Aku masih nggak habis pikir sama orang-orang yang berasumsi bahwa anak-anak IPA itu pasti pinter, dan kenapa masih saja ada anggapan bahwa jurusan lain itu gak lebih baik dari IPA. Siapa sih, yang nyiptain kasta-kasta begitu? Aku gak bahagia di kelas ini. Aku bisa diajak main logika matematika, tapi aku lebih suka berurusan sama kata-kata. Aku nggak suka hafalan, tapi tertarik sama sosiologi. Aku mau belajar bahasa baru, tapi aku sulit mengucapkannya. In my opinion, it is not a big deal kalo pun salah jurusan buat aku. Akhir-akhir ini lagi kepikiran sama kelas Bahasa. Tapi satu hal lagi yang terus kepikiran: aku nggak mau kehilangan untuk ke

Enam belas tahun kurang beberapa jam

Entah kenapa tahun ini nggak excited sama ulang tahunku besok ini. Biasa aja gitu. Jadi renungan buat aku, kenapa di umur yang udah hampir 16 ini aku belom bisa menghasilkan sesuatu yang membanggakan. Belum ada yang bisa dibanggakan dari seorang Vina Kanasya. Sampe saat ini, prestasi aku paling bagus adalah masuk majalah sekolah. Masuk 5 besar di kelas boleh lah dihitung. Tapi, untuk ukuran sebuah (bekas) kelas X MIA yang diseleksi secara terburu-buru? Apa yang mau dibanggakan? Ada yang bisa dibanggain? Buat aku sih nggak. Jelas-jelas yang waktu itu masuk kelas MIA nggak semuanya layak tuh nurut aku. Buktinya, ketika pelajaran matematika (yang gurunya emang bisa diajak bercanda) bercandanya malah selalu berlebihan dan makan jampel. Malah jadi protes ketika gurunya udah mulai masuk ke materi. Dan bahagia ketika jam matematika kosong. Layak? Katanya minat di IPA, tapi kok sedih ketika pelajaran matematika? Lucu.