Delapan Belas

/delapan belas/

Tiga jam menuju tanggal 2 Februari ketika tulisan ini dibuat.

Sebenernya nggak ngerti juga mau buat tulisan kaya apa, tapi pengen aja nulis di beberapa jam terakhir jadi anak 17 tahun. Habis ini jadi legal plus one, alias anak 18 tahun. Makin ke sini, makin sadar kalo ulang tahun itu justru jadi titik balik di mana kita seharusnya bisa jadi orang yang lebih dewasa, dan lebih baik lagi ketimbang kita yang kemarin. Harusnya momen pertambahan usia jadi tamparan, kalo di usia yang udah bertambah satu, kita udah bukan orang yang kemarin, tapi kita adalah orang yang lebih baik lagi.


Anyway, tahun ini dapet kado yang spesial banget dari sekolah. Kalo tahun lalu dikasih kadonya praktek kerja lapangan, tahun ini lebih spektakuler lagi: ujian praktek IPA. Uprak yang semula dijadwalkan tanggal 9-10 Februari, maju jadi tanggal 2-3 Februari. Alias besok sama hari Jumat. Upraknya dimaknai sebagai kado ulang tahun aja, biar bisa dijalani dengan baik. Meskipun sebenernya, sama sekali belom siap buat uprak fisika, kimia, sama biologi.

Akhir-akhir ini, pikiran lagi keluyuran nggak ngerti ke mana. Raga di kelas, tapi jiwanya nggak disitu. Bener-bener lagi jenuh, capek, dan terpuruk banget. Lelah terombang-ambing sama ketidakpastian USBN/UN/atau apapun lah itu. Meskipun katanya, “Satu-satunya hal yang pasti di dunia ini adalah ketidakpastian”. Aku nggak ngerti sebenernya makna kalimat itu, “tapi tak urung jua ku anggukkan kepala.”

Akhir-akhir ini, kegiatan baca buku sama nulisnya terpaksa di-nomor-sekiankan. Meskipun tetep ada godaan buat pinjem buku di perpus. Sekalinya minjem, udah extend seminggu, eh tetep aja nggak dibaca. Kaya kemaren pas minjem “Theresa”. Ini malah nekat pinjem “Seribu Kunang-kunang di Manhattan” karya Umar Kayam. Tapi kayaknya besok atau lusa mau dibalikin, daripada nganggur di rumah.

Ngomong-ngomong, ada sejumlah pertanyaan yang cukup menghantui hari-hari ini. Seperti “Sudahkah jadi diri sendiri? Sudahkah jujur dengan diri sendiri?” dan pertanyaan-pertanyaan lain yang menyangkut soal jati diri. Nggak tau ya, akhir-akhir ini rasanya lagi under pressure banget banget.

Ketika aku lagi bikin tulisan ini, Yogyakarta sedang diguyur hujan. Cukup deras untuk jadi lagu pengantar tidur. Tapi jari-jariku justru masih sibuk merangkai kata. Dan habis ini, masih mau belajar untuk ujian praktek besok. Bingung sih apa yang mau dipelajari, karena rasanya emang udah tahu, cuma mungkin perlu untuk mengingat kembali.

Target untuk usia yang baru, Vin?

Ada, banyak, tapi mungkin mau aku simpen sendiri aja. Biar makin fokus untuk dijalani. Mungkin itu dulu untuk tulisan kali ini. Random, memang. Tapi menulis jadi terapi jiwa buat aku.

Jujur tulisan ini kacau banget, tapi dengan begini jadi lebih tenang.


Cheers,
Vina Kanasya

-yang 3 jam lagi jadi anak 18 tahun-

Comments