Satu Paket Kerinduan dengan Cinta

English Action Days 2016. Entah kenapa, ajang perlombaan itu masih membekas dalam ingatan dan hatiku. Meski udah hampir 5 bulan berlalu, tapi memorinya masih begitu jelas seperti sebuah film yang terus terputar. Bagiku, EAD bukan cuma perlombaan, tapi ia juga sebuah cerita. EAD menyimpan banyak cerita dan kenangan, nggak cuma pas pelaksanaannya, tapi juga selama persiapannya.

Aku kenal lomba ini pas masih kelas sepuluh. Penawaran dari Miss Atik pas adalah gerbang yang membawaku ke petualangan berikutnya. Beliau menawariku untuk ikut lomba writing dan aku mengiyakan tawaran itu.


Nggak cuma writing, tapi sekolah juga ngirim wakil untuk lomba speech, story telling, sama drama. Kelompok drama diwakili oleh 10 orang. Speech diikuti oleh kak Karin, dan story telling diikuti oleh kak Vinda.

Pas technical meeting di kampus,  perasaanku campur aduk. Rasanya kaya ‘pulang’ ke rumah. Aku berangkat bareng kak Karin pake mobil sekolah. Aku dianterin seorang panitia ke ruang TM writing. Aku kenal ruangan itu, ruangan yang ada di sebelah ruang dosen PBI.

Memoriku kembali ke tahun 2007an. Pas itu, aku yang masih pake seragam kotak-kotak biru iseng lari-lari di sekitar ruangan itu buat narik perhatian Mama yang lagi ngajar. Waktu itu, ruang dosen belum di sebelah ruang K12. Ruang dosen waktu itu adalah meeting room PBI yang sekarang. Kejadian itu bikin geli, sekaligus memalukan kalau diinget sekarang.

Di ruangan itu cuma ada kurang lebih 8-12 anak. Sekitar jam setengah 9, TM dimulai. Setelah berbagai jenis penjelasan mengenai teknis lomba, TM dilanjutkan dengan jalan-jalan keliling kampus. Sekitar 10 menit habis jalan-jalan, kami dikasih tau kalo kami udah boleh pulang. Karena aku masih nunggu kak Keke, kak Retha, kak Vinda, dan kak Karin, aku cuma berdiri di deket meja registrasi. Di situ, aku ngobrol dengan salah seorang panitia yang ternyata merupakan alumni Stero.

“Where do you come from?” tanyanya

“Stero.”

“Oh, I came from Stero too,” jawabnya.

Aku cuma senyum karena nggak tau harus jawab apa.

“What’s your name?”

“Vina.”

“Sari.”

Ya, orang itu adalah kak Sari yang sekarang aku kenal. Yang namanya kerap tercantum dalam beberapa tulisanku.

“Does Babe still teach in Stero?” (aku lupa seperti apa tepatnya pertanyaan kak Sari, tapi intinya kak Sari tanya tentang Babe.)


“Yes. He is my....wali kelas.” (Jujur sampe hari ini aku belom tau bahasa inggrisnya wali kelas apaan.)

Seorang mahasiswi yang juga panitia lewat di depan kami.

“Itu mantan Duta Stero,” ujar kak Sari.

Percakapan itu harus terhenti karena aku ngeliat kak Karin, kak Keke, dan kak Retha nggak jauh dari tempatku berdiri.

“I think I have to go there. To meet my seniors.” (Kalau nggak salah aku bilang kaya gitu.)

“Okay, see you next week!” balas kak Sari.

Aku pergi dari depan ruang K12. TM selesai sekitar jam setengah 10. Harusnya, kami balik ke sekolah. Tetapi karena alasan yang ‘anak sekolah’ banget, kami malah ke hall, nonton lomba baca puisi. Di situ ada Bu Evi, kak Vinda, kak Nisyma, dan kak Thia. Aku, kak Retha, kak Keke, dan kak Karin ikut duduk di situ. Males balik ke sekolah.

Aku nggak nyangka, aku masih inget kejadian hari itu dengan lumayan baik. Meski banyak rincian yang terlewat. 16 Mei 2015. Seminggu sebelum pelaksanaan English Action Days 2015.

***

November 2015. Tujuh bulan setelah EAD 2015.

Mama udah balik dari studinya, dan beliau ngajak aku nonton play performace di Lembaga Indonesia Perancis tanggal 28 November 2015. Di situ, aku ketemu lagi sama kak Sari. Sebenarnya nggak bisa dibilang ketemu juga sih, karena kami cuma saling tatap dan senyum satu sama lain. Lewat kejadian sore itu akhirnya aku bisa menjalin relasi sama kak Sari.

Kejadian tanggal 28 November itu juga jadi salah satu hal yang masih aku inget dengan baik sekarang. Tetes hujan yang meluncur turun hari itu menjadi penutup yang manis.

***

April 2016. Sebelas bulan setelah EAD 2015. Satu bulan sebelum EAD 2016.

“Kepada nama-nama yang akan disebutkan, sepulang sekolah nanti harap bertemu dengan Bapak Arko dan Ibu Atik di pendopo.... Regina Widjaja XC, Venerini Ranum XD, Josephinne Krisdiva XE, Monica Andara XI IPS 1, Alysha Gahara XI IPS 1, Brigitta Margo XI IPS 2, Dorothea Bunga Chininta XI IPS 2, Priscilla Victory Langouran XI IPS 2, Alfonsa Vina Kanasya XI IPA 1, Clara Yuniosensia XI IPA 1, Satya Meylisa Mada XI IPA 1, Laura Maulibasa Pasaribu XI IPA 2, dan Monica Maharani Sitompul XI IPA 2. Harap sepulang sekolah berkumpul di pendopo untuk menemui Bapak Arko dan Ibu Atik.”

Sayup-sayup terdengar suara pengumuman di tengah ributnya kelasku waktu itu. Aku tiba-tiba inget sama percakapanku sama Miss Atik sekitar 50 menit sebelum bel pulang sekolah di kelas. Kami membahas perihal lomba English Action Days 2016 yang akan berlangsung pada awal Mei. Aku pernah bilang sama Miss Atik, ‘Kalo ada EAD lagi, aku pengen ikut drama, Ma’am’. Miss Atik nanya sama aku, apa aku mau ikut lomba lain selain drama, karena kayaknya Mister Arko nggak akan mempersiapkan tim drama untuk EAD tahun itu.

Tapi siang itu, tiga belas anak dikumpulin untuk persiapan English Action Days 2016. Pengumuman siang tanggal 11 April 2016 itu menjadi awal dari sebuah petualangan berikutnya. Dua orang untuk lomba speech, satu orang untuk lomba story telling, satu orang untuk lomba writing, dan sembilan orang untuk lomba drama. Aku menjadi satu dari sembilan orang itu.

“Dari sembilan orang ini, adakah yang keberatan? Karena drama adalah komitmen,” tanya Mister Arko saat hanya ada kami bersembilan.

Salah seorang dari kami mengangkat tangannya. Satya. Dia bilang kalo dia harus bersiap untuk female cup. Itu artinya, kami butuh pengganti Satya.

“Kalian yang ada di sini adalah pemain. Saya masih butuh satu orang untuk mengisi posisi music diretor. Saya tidak bisa memanggil music director, karena Saya tidak tahu teman yang punya kemampuan itu.”

“Juma, Sir. Julia Marta,” terdengar beberapa teman menyebut nama Juma saat itu.

“Okay, nanti coba dihubungi ya. Kalo untuk mobilitas?”

“Juma naik motor kok, Sir.”

“Oke. Kalo begitu, kita ketemu lagi...besok Selasa jam 3? Kita brainstorming untuk jalan ceritanya.”

“Siap, Sir,” jawab kami hampir bebarengan.

Siang itu, aku tau bahwa petualangan akan segera dimulai.

***

Selasa, 12 April 2016. Lab Bahasa Stero.

Aku baru aja selesai ngerjain remed matematika, dan aku cepet-cepet ke lab bahasa. Udah ada sekitar 9 pasang sepatu di rak depan lab. Menjadi sepuluh pas aku ikut meletakkan sepatuku di rak tersebut.

“Permisi...” aku mengetuk pintu lab sambil membukanya.

“Silahkan masuk,” jawab Mister Arko.

Aku masuk.

“Maaf telat, Mister.”

“Nggak apa-apa, kita baru akan mulai. Oiya, ini jadwal latihannya.”

Mister Arko ngasih selembar kertas yang diprint landscape, berisi jadwal latihan drama. Ada pemandangan berbeda pas aku masuk ke lab bahasa. Salah seorang teman sekelasku ikut duduk di situ, jadi penggantinya Satya. Dia adalah Efma. Di situ duduk pula Juma, music director. Nggak perlu waktu lama untuk menyesuaikan diri dalam lingkaran itu. Kami segera sibuk membahas jalan cerita yang akan dibawakan pas lomba nanti. Tetapi brainstorming sore itu berakhir buntu, karena jalan cerita yang kami bahas malah berbelok jauh dari tema “Indonesia, I Do Care!”.

“Tidak apa-apa. Ini hal biasa. Besok kita brainstorming lagi. Semoga segera ketemu jalan cerita yang tepat.”

***

Rabu, 13 April 2016. Lab bahasa Stero.

Brainstorming kedua. Setelah melewati proses diskusi yang alot, akhirnya kami menemukan jalan cerita yang pas. Tapi, ada hal yang beda sore itu. Satya memutuskan untuk kembali bergabung. Melengkapi tim drama yang akan maju untuk EAD 2016. Kami tampil bersebelas, tetapi bukan di lapangan hijau, melainkan di panggung pertunjukkan.

***

Hari-hari berikutnya disibukkan dengan latihan drama. Empat kali seminggu, setiap hari Senin, Rabu, Jumat, dan Sabtu. Meski latihan sempat terkendala kondisi fisik Regin yang waktu itu lagi drop, tapi hal itu nggak menyurutkan semangat kami. Setelah beberapa kali cuma latihan baca, akhirnya kami latihan pake properti. Ngangkat sendiri semua kursi dan meja. Bahkan kami juga minjem sepaket meja kursi tamu yang biasa ‘nangkring’ di depan ruang tamu. “Anak-anak pengen yang nggak biasa,” kalo kata Mister Arko.

Delapan belas. Dua puluh. Dua puluh dua. Dua puluh tiga. Dua puluh lima. Dua puluh tujuh. Dua puluh sembilan. Itulah tanggal-tanggal latihan kami selama bulan April. Salah satu yang paling berkesan bagiku adalah tanggal 29 April 2016. Hari itu, kami pulang awal. Setengah sembilan pagi. Kabar baik bagi kami, karena itu artinya waktu istirahat sekaligus latihan kami bertambah.

Sebenarnya, aku sama kak Sari udah menyusun rencana untuk menghadirkan kak Ipo. Mister Arko sama Bu Tuti juga udah memberi lampu hijau. Dan tanggal 29 April 2016 adalah tanggal mainnya.
Kami latihan dari jam 10 pagi, dan jam 12 kami diberi waktu untuk makan siang. Kami pake layanan ojek berbasis aplikasi berwarna hijau itu untuk pesan antar ayam geprek. Makanan yang baru dateng sekitar 1 jam kemudian itu disambut dengan semangat. Kami bersebelas bikin lingkaran dan makan ayam geprek bareng.

Sejujurnya, bukannya semangat, tapi kita malah ngantuk banget habis makan. Latihan baru dimulai sekitar jam 2 siang. Sekitar jam empat kurang lima belas menit, ada sebuah notifikasi yang masuk.

“Udah di luar ni diks, tapi nunggu Ipo.”

Aku minta ijin sama Mister Arko untuk keluar, nemuin kak Sari. Aku ngajak kak Sari untuk masuk ke dalem, ikut duduk di pendopo. Kak Sari, yang (katanya) nggak pernah lagi kepikiran untuk mampir di Stero, akhirnya mampir lagi ke Stero setelah kenalan sama aku. Kak Sari duduk di tempat kami bersebelas naro tas. Mungkin sampe sekitar satu setengah jam berikutnya.

Saat Mister Arko memutuskan untuk memberi kami waktu istirahat sejenak, seorang perempuan dengan pakaian serba hitam masuk ke halaman sekolah dengan motornya. Itulah kak Ipo, ‘bintang tamu’ yang aku hadirkan di tengah persiapan drama kami, untuk berbagi pengalamannya dalam mata kuliah play performance. Dialah orang yang sama yang aku tonton penampilannya di Lembaga Indonesia Perancis, lima bulan sebelumnya.

Itulah hal yang istimewa pada latihan tanggal 29 April 2016. Latihan hari itu juga merupakan latihan terpanjang yang pernah dilakukan. Dari jam 10 pagi, sampai sekitar jam setengah 6 sore. Tak ada lagi yang tersisa di sekolah selain Pak Yanto yang masih berjaga di sekolah. Inilah yang terjadi selama kami latihan. Sekolah yang sepi dan gelap, Pak Yanto yang duduk santai di lobby, suara adzan maghrib, hawa dingin yang menyerang, langit sore yang udah jadi biru tua, serta bulan yang menggantung di langit adalah saksi bisu latihan kami.

***

30 April 2016. Universitas Sanata Dharma.

Aku pergi ke kampus untuk technical meeting. Setahun yang lalu aku dateng sebagai peserta lomba writing, tetapi hari itu aku dateng sebagai peserta lomba drama. De javu banget rasanya pas naik tangga lobby depan Universitas Sanata Dharma. Setahun yang lalu, aku datang di kampus dengan sejuta keraguan. Hari itu, aku datang membawa keyakinan penuh.

Tapi keyakinan itu runtuh seketika pas tau kalo batas waktu maksimal lomba drama bukan 15 menit, tapi 10 menit. Pas latihan rundown yang pertama dulu, drama kami berdurasi hampir 25 menit. Itu artinya, bakal ada banyak banget dialog dan scene yang harus dihapus. Ukuran panggung yang tertera pada regulasi juga berubah jauh. Dari yang harusnya 7 x 3 meter, malah jadi 2.89 x 1.17 meter. Aku ragu sih sama ukuran itu. Bahkan panggung itu nggak cukup buat monolog.

Siang habis TM, aku dihubungi sama panitia drama yang juga alumni Stero bernama Ria. Kak Ria mengatakan kalo dia salah ngasihtau. Ukuran panggung yang bener adalah 7 x 2 meter, dengan ekstra 1 x 7 meter yang optional. Sedikit banyak berita itu bikin kami lega. Tapi yang diralat cuma ukuran panggung. Waktunya nggak. Masih sepuluh menit.

***

Suka nggak suka, mau nggak mau, itul keputusan dewan juri. Maksimal sepuluh menit. Kami harus muter otak, kerja keras buat motong dramanya. Jumlah scene yang tadinya ada 6, dijadiin 3 scene. Dialog dipotong dan adegan-adegan diilangin buat mempersingkat waktu. Latihan yang biasa selesai jam 5, geser jadi jam 6.

Sampe pas latihan terakhir di Asrama Trenggono, total durasi drama kami adalah 11 menit 30 detik.

“Saya tidak berani maju dengan 11 menit. Saya tidak mau mengorbankan waktu lagi.”

Kami semua diem.

“Tapi kalo kalian semua yakin, kita maju dengan 11 menit. Karena udah gak bisa diapa-apain.”

“Kita harus yakin, Sir.”

“Oke kalo emang yakin. Kita bungkus, 11 menit.”

“Kalian yakin?”

“YAKIN SIR!”

“Kalo kalian juara 1, saya traktir kalian Preksu.”

“Beneran Sir?”

“Iya.”

“YEAYYY!!!”

Teriakan kami bergema di aula asrama.

“Kita tutup dengan doa.”

Hening. Sunyi. Semua ada dalam suasana doa. Selesai doa, kami minta tolong sama kak Hafa buat motret kami. Selama berdinamika, nggak pernah sekalipun kami foto bareng. Habis foto, kami menyatukan tangan dan berteriak:

“DON’T LOSE FAITH AND HOPE, BUNGA!”

***

7 Mei 2016 pagi. Asrama Trenggono.

“Bunga ke mana nih?”

Semua nyariin pemeran utamanya. Udah jam 7 pagi, tapi Bunga belum juga dateng. Akhirnya, kami putusin buat doa dulu di depan sekolah. Keberangkatan kami disaksikan Bu Tuti, Pak Him, Mister Arko, Mas Kus, Miss Atik, dan beberapa guru lain. Habis doa, Bunga dateng. Kekuatan doa, batinku. Rani, yang ikut lomba speech ikut berangkat bareng kami.

***

7 Mei 2016. Auditorium Driyarkara – Universitas Sanata Dharma.

Atmosfer auditorium dan kebersamaan kami hari itu nggak akan aku lupain. Mulai dari upacara pembukaan di auditorium, sampe waktu kami masuk ke ruang K02. Semuanya masih terekam jelas di otakku.

Ada satu momen yang membahagiakan saat MC drama membuka lomba pagi itu.

“We will give you extra one minute for your performance.”

Kami bersorak bahagia, dan langsung ngasih tau Mister Arko tentang kabar itu.
Penampilan pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Tiga urutan terakhir bakal tampil habis makan siang. Kami yang tadinya ada diurutan ke-8 maju jadi urutan ke-7. Gapapa. Dalam Bahasa Jawa, ‘pitu’ artinya pitulungan atau pertolongan. Semoga berkah.

Singkat cerita, habis makan siang, kami jalan ke auditorium buat ngikutin acara berikutnya, dan baru balik lagi ke kampus sekitar jam 2 siang. Pas balik ke basecamp drama, adrenalinku memuncak. Kami ganti baju, dan naro properti meja-kursi tamu (pinjem dari sekolah) ke deket ruang K02, dan pas sudah dibolehin, baru ditaro di panggung.

Tepat sebelum tampil, kami bikin lingkaran dan berdoa. Sekali lagi meneriakkan apa yang menjadi judul drama kami. Inilah saatnya. Semua properti dan kostum udah kami siapin. Dialog udah di luar kepala, dan apa-apa saja yang harus dilakukan udah tertanam di otak dan hati.

“And please welcome, SMA Stella Duce 2 Yogyakarta!”

***

Sebelas menit paling cepet dalam hidupku. Semua kaya kedipan mata. Masih inget banget gimana penonton yang ketawa pas adegan lucu, atau penonton yang terdiam pas adegan sedih, atau melongo pas adegan indescribable. Dan yang paling membekas dalam ingatan adalah, pas penonton dan para juri tepuk tangan habis penampilan kami. Itu adalah salah satu saat paling membahagiakan dalam hidupku.

Habis tampil, kami bikin lingkaran lagi, doa, dan teriak. Pas seluruh rangkaian acara selesai, kami minta tolong temen buat memotret kami di panggung itu. Panggung yang udah kami perjuangkan selama 3 minggu. Panggung yang baru aja kami taklukkan. Tapi semuanya belum selesai. Masih ada pengumuman pemenang. Dan kami siap.

***

8 Mei 2016. Auditorium Driyarkara Universitas Sanata Dharma.

Nggakpenting lagi apa yang terjadi sebelum pengumuman. Yang terpenting adalah pengumuman pemenang lomba. Tim Drama kami, yang kami sebut Tim Preksu berkumpul full-team. Bersama Rani, Jusi, Ranum, dan ada Thea sama Chacha yang ikut dateng. Kami duduk memenuhi hampir 2 baris kursi dalam auditorium.

“The third place writing competition is belong to...”

“Josephinne Krisdiva from SMA Stella Duce 2 Yogyakarta!”

“WOHOOOOO JUSIIII!!!!” teriakkan kami menggema.

Pengumuman yang paling ditunggu tiba. Pengumuman lomba drama.

“The third place drama competition is belong to...”

“SMA Stella Duce 1 Yogyakarta!”

“The second place drama competition is belong to...”

“SMA Stella Duce 2 Yogyakarta!”

“KITA MENANG GIRLSS!!!!!!!!!”

“Kasih tau Mister Arko!!”

“The first place drama competition is belong to...”

“SMA Tarakanita 1 Magelang!”

“Weh tarki semua!” ada yang teriak kaya gitu. Di menit berikutnya, terdengar:

“Tarki bersatu tak bisa dikalahkan!”

Semua pengumuman lomba selesai dibacain. Musik mengalun, dan kebahagiaan tiba di puncaknya. Kami semua lari, turun ke bawah. Nggak cuma mama yang takpeluk, tapi juga beberapa dosen lain kaya Miss Mita. Kebahagiaan ini harus diluapkan, entah gimana caranya.

Sempat kecewa nggak dapet juara satu, yang artinya kami nggak bakal ditraktir Preksu sama Mister Arko. Tapi buat kami, itu nggak penting. Kami telah berjuang, semaksimal mungkin, lalu menyerahkan semuanya sama Tuhan. Itu adalah karyaNya. KehendakNya. Sejujurnya, hadiah hasil perlombaan itu cuma bonus. Kebahagiaan yang kami dapat adalah hadiah utamanya.

***

Hampir lima bulan setelah English Action Days 2016. Tapi, aku masih suka baper kalo ngeliat foto-foto kebersamaan Tim Preksu. Memori indah itu, akan bertahan selamanya. Kenangan itu udah tertulis di sini. Sebab:

“Scripta manent, verba volant. Yang terucap akan hilang, yang tertulis akan abadi.”- pepatah Latin.


Cheers,
Vina Kanasya

***

Dear teman-teman Tim Preksu + Mister Arko + teman-teman yang sudah mendukung kami

            Aku nggak nyangka, memori hari itu, masih bertahta di hati dan pikiranku. Aku masih inget gimana bahagianya bisa ngangkat piala itu. Piala yang sekaligus jadi piala pertamaku dalam tujuh belas tahun. Aku masih inget, waktu baru mau mulai latihan dan Regin bilang sama aku kalo dia kena rubella, jadi belom bisa ikut latihan. Sehari menjelang hari eksekusi, Regin juga bilang kalo dia kurang enak badan. Sempet panik juga, karena tinggal besok. Tapi rupanya, waktu lomba Regin baik-baik aja kan?

Sumpah, masih suka terbawa perasaan kalo nginget peristiwa hari itu. It was one of the best moment in my life. Aku nggak pernah bayangin bakal jadi deket banget sama Bunga, Regin, Monic, Laura, Efma, Sensia, Prilly, Satya, Aga, Juma, bahkan sama Mister Arko, Jusi, Ranum, Rani, sama Ally. Terkhusus sama Tim Preksu. I love you, my girls!

Masih suka baper juga kalo inget waktu Rani sama Jusi ngasih tau kalo mereka lolos ke final. Merinding banget. Jusi yang dihari kedua sampe bawa kamus tebel banget, akhirnya pulang membawa juara 3. Rani, meskipun belom berhasil membawa piala, tapi kamu tetep juara di hati kita kok. Semua joke-joke yang sering kamu lontarkan selalu buat kami ketawa. Semua kalimat ceplas-ceplosmu lumayan menghilangkan nervous. Buat Ranum, meskipun belom lolos final, masih ada tahun depan. Kamu masih bisa coba lagi. Udah pernah aku kasih tau bocorannya, kan? :))

Masih inget banget gimana ekspresinya Prilly, Sensia, sama Efma. Oh, aku juga inget pas latihan hari Sabtu di sekolah, waktu ngulang bagiannya Efma yang masuk ke scene 2. Efma nggak bisa nggak noleh ke kaca. Dan itu bener-bener bikin kita semua gemes. Bahkan, Mister Arko sampe berdiri di depan kaca ruang guru supaya Efma nggak noleh ke situ.

Atau, latihannya Bunga pas adegan terakhir. Pengorbananmu ga sia-sia, Bung. We got the 2nd place! Aku juga masih suka kesel sama diriku sendiri yang susah banget mau ngafalin skrip, dan gak bisa membuang kebiasaan Vina yang asli. Satu scene yang sama harus diulang berulang kali karena salah.

Kita juga bisa tunjukkin sama semua yang ada di ruangan K02 waktu kita tampil, kalo sekolah cewek semua nggak bikin kita manja. Kita bisa angkat semua properti itu sendiri. Bahkan, kita dipuji ‘they know exactly what should they do’ sama jurinya. Aku masih suka merinding kalo denger pujian itu. Apa yang udah kita siapin, nggak sia-sia. Karena proses nggak akan mengkhianati hasil.

Aku kangen latihan sampe sore bareng kalian. Aku kangen ngangkat-ngangkat meja. Aku kangen lari muter koridor aula. Aku kangen sepinya Pendopo kalo cuma tinggal kita di situ. Aku kangen makan Preksu bareng kalian. Aku kangen sound effect-nya Juma. Aku kangen majalah Kartini yang dibawa Regin waktu scene 1. Aku kangen marah-marahnya Monic. Aku kangen proposalnya Bunga. Aku kangen amplop sama duitnya Laura. Aku kangen ekspresinya Prilly waktu bilang ‘this is nonsense’. Aku kangen dialog ‘Mooommm I need your money’-nya Efma. Aku kangen ‘Euw, you look so sad. If you wanna be happy, join us’-nya Sensia. Aku kangen ‘In my time’-nya Satya. Aku kangen nampan stainlessnya Aga yang suaranya cetar. Dan aku merindukan dialog ‘Bunga!’ yang aku teriakkan di scene terakhir. Intinya, aku kangen latihan bareng kalian!

Mungkin tulisan ini memang kepanjangan. Maklum sudah dari tanggal 21 nyangkut di draft, tapi baru bisa aku selesaikan tanggal 30. Itu saja malam. Jadi, ceritanya udah kemana-mana.


With love,

Vina Kanasya

Comments