Petir di Siang Hari
“Jujur, saya tidak menyangka akan menghabiskan
masa putih abu-abu di salah satu sekolah di bawah naungan Yayasan Tarakanita.
Terlebih, sekolah tempat saya menimba ilmu sekarang adalah sebuah sekolah
homogen putri. Sebuah pengalaman baru yang luar biasa.” – vin, 16 Oktober 2016
Satu tahun
berselang setelah aku buat tulisan itu untuk ikut lomba pengalaman reflektif
se-Tarakanita Jogja, dan sampai hari ini masih nggak nyangka angin membawa
langkahku ke salah satu sekolah homogen putri di Yogyakarta. Bahkan, empat
tahun yang lalu saat aku masih memakai seragam putih biru, aku nggak nyangka bakal
melanjutkan pendidkan di SMA Stella Duce 2, atau Stero. Aku juga nggak pernah
ngebayangin bakal kaya apa masa putih abu-abuku di sekolah homogen waktu itu.
Siang tadi waktu lagi
jalan-jalan di timeline Instagram dan
tiba-tiba aku nemuin beberapa postingan senada di timeline. Banyak temen yang mencurahkan kerinduannya sama Stero. Nggak
cuma temen-temen, tapi juga beberapa guru yang aku follow. Trus aku nanya sama salah satu adek kelas. Jawaban dia kaya
petir di siang hari. Boom.
Begitu tau apa
yang terjadi, ingatanku langsung terlempar ke belakang. Sekitar 4 tahun yang
lalu waktu aku memulai perjalanan di sekolah ini. Seperti membuka lembaran baru
ketika aku memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di sekolah homogen putri. Banyak
banget kejutan yang aku dapet selama sekolah di Stero. Nggak cuma pelajaran dan
nilai-nilai kognitif, tapi juga temen-temen dari seluruh penjuru Indonesia, dan
rangkaian kejadian tak terlupakan selama 3 tahun. Pengalaman-pengalaman itu
mungkin nggak akan aku dapetin di sekolah heterogen.
Semua proses dan
dinamika selama di Stero menempa kami (re: siswi-siswi Stero) menjadi
perempuan-perempuan yang mandiri, kreatif, tangguh, dan mampu berpikir cepat
untuk menyelesaikan suatu masalah. Bersekolah di sekolah homogen juga bikin
kami jadi pribadi yang percaya diri dan bersolidaritas tinggi. Mungkin cuma di
Stero ada sekumpulan cewek yang gotong royong ngangkat bangku kayu, atau meja
besar yang biasa dipake buat misa bulanan, dan terkadang juga ngangkat gawang
buat main futsal. Yang lebih ekstrim mungkin ketika ngeliat siswi naik tangga
buat masang dekorasi di backdrop buat
misa bulanan, atau ngambil bola voli yang naik ke atap. Itu semua pemandangan biasa
di Stero.
Semua itu bikin
kami jadi lebih kuat dan tangguh untuk menghadapi dunia yang semakin sulit. Kami
terlatih jadi mandiri dan nggak bergantung sama orang lain untuk mengerjakan
sesuatu. Jalan buntu dalam menyelesaikan suatu masalah nggak akan menghentikan
kami. Satu jalan buntu, pasti ada jalan yang lain. There’s a will, there’s a way.
Stero juga jadi
tempat di mana kami bisa lakukan apa yang mau kami lakukan, nggak usah jaim, ke
sekolah gak sisiran juga ya udah wkwk. Kangennn banget kalo habis olah raga
semua buluk gak karuan, tapi nggak ada yang mempermasalahkan itu. Waktu mau
foto buku tahunan dan tiba-tiba kelas berubah jadi salon dadakan :”) kalo ada
mahasiswa PPL ganteng dikit bakal digodain wkwkwk. Yang kalo main basket atau
futsal gak pake taktik, tapi asal rebut aja. Yang kalo jamkos bakal main ke
perpus, BK, TU atau malah meja piket. Yang kalo japok di pendopo bisa sampe
tiduran dan nunggu ditegur baru duduk. Yang kalo udah classmeeting isinya dress
code aneh-aneh. Yang kalo supporteran DBL bakal memenuhi GOR UNY
dengan suara soprannya. Those things will be
missed :”)
Informasi yang
aku dapatkan tentang apa yang terjadi pada Stero lantas menimbulkan perasaan
campur aduk. Siapa sih yang rela sekolah tempat berkembang dan berdinamika bersama
tiba-tiba bakalan berubah, nggak akan sama lagi? :”) mengubah Stero menjadi
sekolah heterogen buat aku sama aja kaya menghapuskan semua memori yang ada di
dalamnya. Kaya format memory card kamera.
Tau kan rasanya ketika memory card kamera atau flashdisk nggak sengaja ke
format? Nyesek banget. Coba tanya deh sama setiap Melati Stero (sebutan untuk
siswi dan alumni Stero), pengalaman apa aja yang didapat selama bersekolah di
Stero. Aku yakin jawaban mereka adalah cerita-cerita unik yang bakal memancing
segala macam reaksi. Mulai dari geleng-geleng kepala, ngakak lebar, atau
mungkin nangis tersedu-sedu.
Mengubah Stero
jadi sekolah heterogen juga sama artinya dengan menghapus identitas Stero
sebagai sekolah homogen putri di Jogja. Di tengah arus zaman yang semakin
parah, di mana banyak orang dan pihak masih mencari jati diri, Stero yang udah
punya identitas itu justru harus kehilangan identitas yang dimilikinya.
Meskipun kalo
dilihat dari kacamata yang lain, mungkin perubahan memang diperlukan. Tapi kan
tetep aja nggak akan rela kalo perubahan itu menghapus jutaan memori tadi. Sebagai
salah satu Melati Stero yang masih kuliah di Jogja dan terkadang lewat Jalan
Dr. Sutomo, kadang suka tiba-tiba diem trus mikir, “Aku pernah enam hari seminggu selama setahun dan lima hari seminggu
selama 2 tahun lewat jalan itu buat ke Stero. How the time flies so fast :”)”
Terkadang, kita
memang terjebak di zona nyaman, dan enggan untuk keluar. Termasuk untuk
menerima perubahan. Kita selalu seperti itu di setiap aspek kehidupan, kan? :”)
tapi nggak bisa dipungkiri kalo hidup memang selalu penuh dengan perubahan. Cepat
atau lambat perubahan akan datang dan mengubah sistem yang selama ini kita
jalani. Sebagai manusia, kita hanya bisa menerima dan pelan-pelan beradaptasi
dengan perubahan tersebut.
***
Jujur, rasanya
masih kaya mimpi waktu tadi denger kabar ini. Masih nggak percaya kalo sekolah
homogen tempat aku dan temen-temen pernah mengembangkan diri, menjalin
persahabatan, dan merajut mimpi bersama akan berubah jadi sekolah heterogen. Sekolah
yang selama ini jadi saksi bisu perjalanan pencarian jati diri, passion, dan impianku nggak akan pernah
sama lagi. Meskipun setiap sudut di sekolah masih punya ceritanya sendiri, tapi
sesuatu yang berubah tetep nggak akan pernah sama lagi, sampai kapan pun :”)
Menjadi bagian
dari Stero, pernah berproses bersama temen-temen dan bapak ibu guru di dalamnya
adalah suatu kebanggaan. Kami adalah melati-melati yang telah dirawat dengan
baik oleh bapak ibu guru, yang akan mekar dan menyebarkan aroma harum di mana
pun kami berada nantinya.
Cheers,
Vina Kanasya
Yogyakarta, 14 Januari 2018
21:05
21:05
-2018 dimulai dengan sebuah kabar mengejutkan
bahwa Stero akan berubah menjadi sekolah heterogen. Banyak kenangan dan memori
yang aku abadikan dalam bentuk tulisan dan foto di blog ini. Seenggaknya, apa
yang telah tertulis akan selalu menjadi pengingat. Apa yang tertulis akan
abadi-
I just have a thought about what happened to my
high school. And why did I write this? My answer is this proverb:
“The pen is mightier than the sword”
Thank you for reading this thoughts. Looking forward
to see you again, reader(s) <3
Comments
Post a Comment