(Let) The Mask Falls Off

-karena bingung mau kasih judul apa-

Pernah nggak sih, kalian baru ngerasain perbedaan ketika ada yang berubah pada sesuatu? Contoh sederhananya gini, salah satu tempat yang kalian lewatin tiap hari sebelum ke sekolah. Sampe suatu hari, tiba-tiba di tempat itu direnovasi / dibongkar / dicat ulang, trus kalian baru sadar tempat itu ada, dan nginget-nginget, “Eh, ini dulu tempat apa sih?” well, untuk orang dengan ingatan jangka pendek kaya aku, hal ini sering banget terjadi. By the way, akhirnya setelah  hampir 2 bulan absen nulis, akhirnya malam ini aku putuskan buat nulis lagi.

Ide awal tulisan ini sebenernya sederhana: banyak tempat di Jogja yang tiba-tiba muncul. Banyak hotel, restoran, cafe, dan tempat-tempat baru lainnya yang dibangun. Bikin mikir, “Ini dulu apa ya?”, dan merasakan kehilangan yang tak tergambarkan. Seenggaknya itulah yang terjadi pada hidup untuk beberapa waktu ini.


Kita menjalani hidup yang gitu-gitu aja, sampai akhirnya nanti akan tiba di satu titik di mana ada hal yang berubah, dan perubahan itu seolah membangunkan kita dari tidur panjang. Perubahan itu membuka mata kita, bahwa banyak hal yang udah nggak seperti dulu. Like what happened in my life recently. Yeah, my life has changed. Dua belas tahun dijalani dengan berangkat ke sekolah pake seragam, dan sebentar lagi bakal menjalani hari-hari tanpa seragam.

Sampe di titik kehidupan yang ini, aku tiba-tiba aja kepikiran. I’ve been breathing for 18 years! Tinggal punya sisa waktu 2 tahun bagiku untuk disebut sebagai remaja. After ‘nineteen’, I’ll be twenty. No more ‘teen’ in my age, so I will not be a teenager anymore.

Sudah jalan 2 bulan semenjak aku menanggalkan titel anak SMA. Nggak lagi bangun pagi buat berangkat ke sekolah—rutinitas atau kewajiban? Masih belom bisa memutuskan—bangun pagi, pergi ke sekolah, belajar di kelas, bel pulang, tambahan pelajaran, pulang, kerja tugas, tidur—repeat. Dan tiga minggu dari sekarang akan memulai sebuah lembaran baru.

Kemaren habis selesai Inisiasi Sanata Dharma (Insadha), dan masih kepikiran: “It’s a new begining.” Perasaannya campur aduk, antara seneng, bahagia, nggak percaya, kaget, sedih, semua jadi satu. Dan satu lagi: “Akhirnya bisa ngerasain berdinamika sama cowok lagi.”

Empat tahun yang lalu mana kepikiran bakal belajar di sekolah homogen. Mana kepikiran seru dan gilanya sekolah homogen. A few years passed, dan semua itu sekarang tertinggal di belakang. Selama tiga tahun (Puji Tuhan SMA 3 tahun) semua dinamikanya sesama cewek aja, dan satu kata: spektakuler! Sekaligus bisa merasakan keragaman budaya dan latar belakang selama 3 tahun itu. Jadi ketika sekarang masuk Sanata Dharma nggak terlalu kaget sama keadaan.

Di Insadha dapet apa aja, Vin?

Banyak! Dapet temen baru, pengalaman baru, ilmu baru, dan semua hal baru lainnya. Selain itu, aku berhasil nggak mengulangi kesalahan di hari pertama SMP dan SMA: nggak jadi diriku sendiri. Selama ini aku sadar penyebab utama nggak bisa bahagia: menjadi orang lain karena takut untuk jadi diri sendiri. Erat kaitannya dengan tema Insadha, tapi ini pun sekaligus kesadaran diriku sendiri.

***

“How in the midst of all this sorrow
Can so much hope and love endure
I was innocent and certain
Now I’m wiser but unsure

I can’t go back into my childhood
(All those precious day...)
One that my father made secure
(...couldn’t last)

I can feel the change in me
I’m stronger now but still not free.”  – Days In The Sun (OST. Beauty and The Beast)

That last sentence hits me like a train. Still not free for being myself, I guess.

Dulu aku sebenernya juga takut untuk jadi diri sendiri. Takut gak punya temen lah, takut dijauhin, takut diomongin, takut ini takut itu. Tapi makin ke sini, aku sadar kalo kebahagiaan itu jauh lebih penting dari penilaian orang lain. Your happiness is more important than their opinions.

Ada 2 pilihan ketika kita akan terjun ke dunia yang baru: pura-pura jadi orang yang bukan dirimu, atau jadi diri sendiri. Pilihan itu ada di tangan kita. Dan setiap pilihan punya resikonya masing-masing.

“Sometimes it’s not the people who change. It’s the mask that falls off.”

Punya temen yang tiba-tiba aja sikapnya berubah, jangan keburu menyimpulkan dia berubah, mungkin aja kan, ‘topeng’ yang selama ini dia pake, ‘muka’ yang selama ini kita liat, ternyata bukan sesuatu yang asli. Dan bagiku, di situlah percobaan pertemanan. Apa kita masih bisa terima temen kita dengan ‘muka’ aslinya?

Ada 2 pilihan juga ketika kita berada di kondisi seperti itu: pergi meninggalkan temen kita tadi, atau tetep support dia supaya dia bisa jadi orang yang lebih baik. Pilihan ada di tangan kita masing-masing juga.

Secara nggak langsung, pilihan-pilihan kita pada banyak situasi pun mencerminkan karakter kita. Cara kita menghadapi masalah, dan bukan lari dari masalah itu. Semakin kita lari, semakin banyak masalah yang menunggu untuk diselesaikan, dan semakin banyak pilihan yang harus diambil.

Bukan sok tau, cuma hasil dari nganalisa segalanya 2 bulan terakhir.

***

Apasih, Vin.

Lama gak nulis jadi gak jelas gini. Meskipun 2 bulan nggak blogging, tapi bukan berarti aku berhenti baca sama nulis. Aku masih baca buku, masih banyak sih yang belom kelar, ada di waiting list. Tapi udah pengen beli lagi #yhaaaa. Kalo nulis, ya ada lah, satu dua kalimat puitis yang tiba-tiba lewat di otak, trus berceceran di mana-mana. Belom ada ide bikin cerita lagi. Project nullis waktu itu juga ternyata cuma wacana. Tapi, setelah kuliah nanti, berharap banget bisa lebih banyak baca sama nulis lagi, lebih banyak belajar.

Books to read?

Bintang – Tere Liye, Sabtu Bersama Bapak – Adhitya Mulya, re-reading Supernova Series – Dee (I still don’t understand the end of IEP)

Hobi fotografi?

Saat ini off dulu. Kamera di rumah rusak. Mau nabung buat beli baru. Tapi udah kangen banget motret sih sejujurnya. Susah ya kalo udah sayang trus jadi jauh gini.

Impian dan cita-cita?

Puji Tuhan masih sama. Yakin seyakin-yakinnya kuliah di Pendidikan Bahasa Inggris Sadhar. Mau nyambi kuliah psikologi kalo otak nyandak, dan kalo dibolehin. Kalo ga ya nyambi kerja part time (even though I consider myself as a part time writer, full time learner, and full time day dreamer). Ambil S2, apply jadi dosen. Cari beasiswa S3 ke luar negeri. Ketinggian? Mimpi itu buat digantung setinggi mungkin, supaya semangat ngejarnya. Amin.

Urusan hati?

“Memandang tawamu dari jauh menciptakan lengkungan di wajahku. Dalam matamu, aku melihat dunia yang berbeda.” – vin / August 1, 2017 / 10 p.m thoughts

***

Well, cukup segitu dulu kali ya untuk kali ini. Biar aku pemanasan otak dulu, kali-kali minggu depan bisa buat short  story/ flash fiction ;)


Cheers,

Vina Kanasya
Yogyakarta, 2 Agustus 2017
23:00


-pardon my language, this draft has been stucked for almost 3 days, and I just finish it today. See you on another (better) post!-

Comments