Melihat ke belakang

Suatu hari akan tiba saatnya di mana kita harus berhenti sejenak, melihat ke belakang kemudian bersyukur untuk kemudian kembali melangkah maju.


Untuk apa berhenti dan melihat ke belakang? Terkadang, kita terlalu fokus terhadap apa yang menjadi target kita. Kita lupa akan apa yang menjadi alasan kita untuk terus maju. Sehingga suatu hari kita pun akan tiba di satu titik di mana kita merasa amat lelah, jenuh, dan ingin menyerah. Pada titik itulah kita harus berhenti sejenak, melihat ke belakang, lalu bersyukur. Melihat lagi perjuangan kita selama ini, melihat lagi perjalanan yang telah kita lalui selama ini. Menguatkan kembali tekad dan, untuk siapa aku berjuang. Melihat sejauh apa kita telah berlari, sejauh apa kita telah pergi. Melihat juga orang-orang yang selama ini telah mendukung kita. Orang-orang yang datang dan pergi. Orang yang selalu ada. Orang yang selalu menyediakan waktunya untuk mendengar keluh kesah kita, orang yang selalu memberikan bahunya saat kita butuh sandaran, orang menemani ketika kita menangis. Ketika kita tak lagi mampu menahan beban hidup sendirian. Orang yang memberikan pelukan saat kita merasa sendirian. Orang-orang yang namanya seharusnya selalu kita selipkan dalam setiap doa-doa kita. Orang yang tak memiliki hubungan darah sekalipun bisa menjadi saudara dekat. Saudara yang justru lebih mengerti kita daripada saudara kita sendiri. Orang-orang yang datang ke hidup kita dan memutuskan untuk singgah selamanya.

Sampai sepuluh, dua puluh tahun dari sekarang, saat mimpi-mimpi yang kita punya sekarang menjadi kenyataan, saat kita telah menjalani hidup seperti apa yang kita mau, kita akan tiba di titik itu. Titik di mana kejenuhan merajalela, dan kita tak tahu harus berbuat apa. Saat itu adalah saat di mana kita harus berhenti sejenak, melihat ke belakang dan kemudian bersyukur atas proses yang telah membawa kita sejauh ini. Sejauh apapun kaki melangkah, akan selalu ada tempat untuk kita kembali. Pulang. Kita perlu rumah untuk pulang. Melepas alas kaki, melepas semua beban, lalu beristirahat setelah perjalanan panjang.

Sampai waktu sendiri yang menjawab, kapan kita akan kembali. Karena kita nggak pernah tau, kapan dan siapa orang yang akan pergi lebih dulu.

***

"Kamu percaya tidak? Orang dekat Anda yang biasa saja, akan sangat berarti jika dia telah pergi. Saya percaya. (Peluk erat dia guys)" – Dodit Mulyanto

***


Cheers,
Vina Kanasya

P.s. When I was writing this post, I cried. I don't even know why

Comments